Ditulis Oleh: Bepe, waktu: 6 December 2010, pada kategori:Tim Nasional
Dalam paragraf terakhir salah satu artikel saya (Special treatment for special person - 2008), terdapat sebuah kalimat yg berisi demikian. “Itu adalah komitmen saya sejak pertama kali saya di beri kehormatan menggunakan seragam kebesaran merah - putih 9th lalu. Dan satu hal lagi, saya siap menerjang apapun badai yg akan menerpa saya, karena - Saya Bukan Seorang Pengecut…!!!
Pada kesempatan kali ini, saya ingin membahas sebuah kata dalam kutipan kalimat diatas, yaitu komitmen 9th yg lalu (Saat artikel tersebut saya tulis) atau 11th yg lalu (Saat saya menulis artikel ini). Sebuah peristiwa yg sejujurnya ringan, akan tetapi memberikan makna yg sangat dalam bagi pribadi saya, karir saya, cara saya berpikir serta karakter saya dalam menjalani pekerjaan sebagai pemain sepakbola..
Dan di bawah ini adalah ceritanya:
“Once, when i was young and started to play football, my bigest dream was to wear the red - white colour jersey and play for my country. And that dream remains, until now”
Sepulang bermain untuk timnas Indonesia di ajang Sea Games 1999 di Brunei Darussalam, saya menyempatkan diri pulang dan sowan pada kedua orang tua saya di Getas, Kec pabelan, Kab semarang. Saat itu, dua minggu menjelang Liga Indonesia VI di bergulir. Mengingat saya belum mempunyai klub, maka saya memutuskan untuk beristirahat dulu di kampung halaman…
Ada satu hal yg unik dalam perjalanan karir saya sebagai pemain sepakbola, hal unik yg mungkin tidak akan pernah dialami oleh pemain sepakbola lain republik ini. Yaitu, saat pertama kali saya bermain untuk tim nasional Indonesia, status saya masih sebagai pemain amatir (Belum bermain di liga Indonesia). Saat itu saya baru saja lulus dari kelas 3 IPS 2, di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Salatiga. Sebagai pemain sepakbola, saya hanya berstatus sebagai pemain dari Diklat Sepakbola Salatiga…
Saya mendapat kehormatan tersebut, karena dalam ajang piala asia usia 19th dan pra olimpiade saya tampil cukup impresif. Kebetulan saat itu, timnas U 19, timnas pra olimpiade dan timnas senior di kepalai oleh seorang pelatih yg sama, yaitu pelatih asal Jerman yg bernama Bernard schoem…
Dalam artikel saya (Diskusi via Twitter part one - 2009), saya sempat menyebutkan bahwa, salah satu hal yg paling saya sukai dari pelatih asing adalah, seorang pelatih asing selalu berani memberi kesempatan pada para pemain muda untuk unjuk kebolehan. Mereka selalu berpikir jauh ke depan dengan menyiapkan pemain-pemain muda, agar regenerasi dan keseimbangan sebuah tim terjaga dengan baik..
Dalam ajang Sea Games tersebut, banyak ilmu dan pengalaman yg saya dapat, karena saat itu saya mendapat kesempatan untuk bermain dalam satu tim bersama pemain-pemain kelas satu di negeri ini. Sebut saja Bima sakti, Widodo C Putra (assisten pelatih tim nas saat ini), Aji Santoso, Anang Ma’ruf, Nur alim, Bejo Sugiantoro, Rochy Putiray, I Komang Putra, Hendro kartiko, Ali Sunan, Uston Nawawi, Agung Setyabudhi dll (Sangat di sayangkan Kurniawan D.J tidak berada dalam tim). Ketika itu kami berhasil membawa pulang medali perunggu, setelah mengalahkan Singapura di perebutan tempat ke tiga, melalui adu pinalty..
Sepulang dari ajang Sea Games 1999 tersebut, banyak hal yg berubah dalam kehidupan sehari-hari saya. Secara pribadi sejujurnya saya merasa tidak berubah, yg berubah adalah hal-hal di sekitar diri saya. Orang-orang mulai menegur saya ketika saya tengah berjalan, mereka tersenyum ramah kepada saya, ada beberapa yg meminta tanda tangan, akan tetapi tidak banyak atau boleh dikatakan jarang yg meminta berfoto bersama, karena saat itu tehnologi yg bernama handphone belum menjamur seperti saat ini, bahkan saat itu sayapun belum mempunyai ponsel pribadi…
Ketika berlibur di kampung halaman, saya banyak mengabiskan waktu saya berkumpul bersama orang tua dan saudara-saudara saya. Tidak lupa, saya juga menyempatkan diri untuk bermain kembali dengan sahabat-sahabat sepermainan saya, baik teman sekampung, sahabat di sekolah maupun rekan-rakan saya di Diklat salatiga…
Suatu hari saya pulang larut malam, kira-kira pukul 11 malam saya sampai di rumah. Saat itu saya pulang bersama seorang teman yg bernama Wasis Budiman, seorang pemain Diklat salatiga yg berasal dari kota Rembang, boleh di katakan dia adalah sahabat saya yg paling dekat…
Jarak Salatiga dengan Getas kira-kira memakan waktu 15 menit, saat itu kami berdua mengendarai sepeda motor Honda mega pro milik ayah saya. Wasis memegang kendali kemudi, sedang saya duduk di belakang sebagai penumpang (Sekedar untuk di ketahui, saat itu saya belum bisa menaiki sepeda motor, saya baru bisa mengendarai sepeda motor di usia 29th hehehe)..
Maka selama 15 menit, kamipun memacu sepeda motor tadi dengan kencangnya membelah suasana malam yg gelap, sunyi dan sangat dingin. Perjalanan itu sendiri terasa cukup mencekam, karena untuk sampai ke desa saya, kami harus melewati hamparan sawah yg luas serta dua buah pemakaman yg sudah cukup tua. Bagi mereka yg tidak terbiasa, saya yakin rasa takut akan datang menghampiri, akan tetapi bagi kami orang-orang kampung seperti saya, suasana tadi adalah salah satu daya tarik yg malah sampai saat ini selalu ingin saya ulangi kembali…
Sesampainya dirumah, kopi panas adalah hal pertama yg kami cari. Teras depan rumah orang tua saya, kami pilih menjadi tempat untuk menikmati kopi tubruk tersebut. Beberapa pisang goreng sisa tadi sore, terasa sangat nikmat dan pas untuk menjadi teman si kopi hitam yg kental tadi…
Sambil mengunyah pisang goreng dan menyeruput kopi panas, saya dan Wasis pun berbincang bincang ringan, membahas hal-hal yg lazimnya di bahas oleh anak-anak muda seusia kami. Hal tersebut membuat kami sesekali tertawa terkekeh-kekeh di tengah kesunyian malam tersebut. Bahkan beberapa kali, petugas ronda yg kebetulan lewat di depan rumah sayapun memperingatkan kami, tentunya sembari bercanda, karena mereka adalah teman-teman saya juga..
Jam Guess palsu ditangan kanan saya sudah menunjukkan pukul 00:45 pagi saat kami berdua memutuskan untuk beristirahat. Saat berjalan memasuki rumah, saya sempat terperanjat karena melihat sesuatu yg baru di ruang tamu. Di keremangan ruangan, nampak sebuah pigura kaca besar terpasang di salah satu sudut ruangan ini. Barang ini tidak pernah ada sebelumnya, maka secara reflek sayapun berjalan menghampiri pigura tersebut..
Setelah saya perhatikan dengan seksama ternyata pigura kaca tersebut berisi jersey tim nasional yg saya kenakan di perhelatan Sea Games yg lalu. Tanpa sepengetahuan saya, ternyata ayah saya telah memesan sebuah figura untuk memajang jersey tersebut. Mungkin itu adalah ungkapan rasa bangga dari seorang ayah yg anaknya mendapat kesempatan membela negaranya..
Saat itu saya mempersilahkan Wasis untuk berangkat tidur terlebih dahulu. Agar nampak lebih jelas lampu ruang tamupun saya nyalakan, maka sekarang nampak jelas sebuah baju tim nasional berwarna merah dengan motif garis horizontal putih serta bernomor 20 di bagian dada. Bagian depan baju ini penuh dengan tanda tangan seluruh anggota squad tim nasional saat itu. Di bagian tengah, terdapat tanda tangan kapten kesebelasan saat itu, yaitu Bima Sakti beserta tulisan “Semoga Sukses buat Bambang” di bagian bawah namanya..
Itu adalah jersey pertama saya bersama tim nasional Indonesia, jersey itu memiliki nilai sejarah yg sangat tinggi dalam perjalanan karir sepakbola saya. Saya ingat, ketika pertama kali saya menunjukkan jersey tersebut kepada ayah saya, dengan semangat ayah saya langsung mengenakannya, bahkan menggunakan nya untuk bermain tenis bersama rekan-rekan sekantor beliau di sore harinya. Dengan bangganya ayah saya menceritakan setiap detail tanda tangan pemain nasional yg ada di atas jersey tersebut..
Dari raut muka ayah saya, nampak sekali jika beliau sangat bangga memakai seragam tersebut. Bahkan saya melihat, mungkin melebihi kebanggaan saya sendiri ketika mengenakannya. Terlihat sedikit norak dan kampungan memang, akan tetapi menurut pendapat saya, itulah sebuah ungkapan perasaan yg spontan dan jujur dari ayah saya..
Setelah saya perhatikan dengan seksama, ternyata pigura ini sedikit kurang simentris dalam pemasangannya, salah satu ujungnya nampak lebih tinggi dari sisi yg lain, maka dengan segera sayapun membetulkan letak pigura tersebut. Malam itu, sambil memandang jersey tersebut sayapun berjanji dalam hati. Sebuah janji yg akan selalu saya pegang, sampai saatnya nanti saya harus berhenti. Iya, sampai saatnya nanti saya harus berhenti..
Saya berjanji untuk selalu berusaha menepati dan menyanggupi setiap panggilan dari tim nasional Indonesia, apapun keadaannya. Saya akan selalu berusaha untuk datang tepat waktu, memberikan kemampuan terbaik saya, serta memberikan dedikasi tertinggi saya kepada pasukan garuda, dalam apapun kendalanya..
“Kemampuan saya mungkin akan berangsur surut seiring dengan berjalannya waktu, ketajaman saya sebagai seorang striker mungkin lambat laun akan memudar seiring dengan berkembangnya permainan sepakbola itu sendiri. Akan tetapi “TIDAK” dengan komitmen dan dedikasi saya kepada tim merah - putih. TIDAK AKAN PERNAH BERUBAH…!!!”
Di belahan dunia manapun, bermain untuk tim nasional adalah puncak dari karir seorang pesepakbola, tidak ada yg dapat memungkiri itu. Memakai jersey merah-putih adalah perpaduan antara sebuah tanggung jawab dan kebanggan yg luar biasa. Sebuah kebanggan yg tidak akan pernah dapat di nilai dengan sekedar sebuah mata uang..
Menyayikan lagu Indonesia Raya bersama puluhan ribu pendukung garuda, merupakan sebuah pengalaman yg tidak akan pernah dapat di lukiskan dengan kata-kata (Baca: Artikel ketika sebuah lagu menyadarkan saya - 2008). Saya akan selalu berusaha menghayati dan menyanyikan lagu tersebut dengan lantangnya, dalam setiap penampilan saya bersama tim nasional Indonesia. Sebuah rasa kebanggaan yg hanya akan anda pahami, ketika anda mengalaminya sendiri..
Sebagai pemain, ada sebuah prinsip yg akan selalu saya pegang dalam karir sepakbola saya. Yaitu, saya akan selalu berusaha memberikan kemampuan terbaik saya dan mensupport tim baik di atas lapangan, dari bangku cadangan maupun dari tribun penonton..
Terkadang kita harus mampu mengesampingkan ego pribadi demi keutuhan tim, karena kebutuhan tim diatas segalanya, apalagi hal tersebut menyangkut kepentingan negara. bagi saya, apapun keputusan pelatih adalah bersifat mutlak dan tidak dapat di ganggu gugat. Sebuah keputusan yg harus di hormati oleh seluruh komponen di dalam tim, karena memang begitulah cara kerja orang-orang profesional..
Saya selalu berusaha menjaga hubungan profesional secara baik dengan siapapun pelatih yg menangani saya bersama tim nasional. Dan sejujurnya, itu merupakan salah satu faktor kunci dalam keberhasilan saya bertahan selama 11 th, tampil sebanyak 81 kali dan mencetak 37 gol untuk negara yg sangat saya cintai (Sampai saat ini)..
Seperti halnya pigura kaca tersebut, yg sampai dengan saat dimana saya menulis artikel ini, masih menempel dengan kokoh di tempat yg sama dan tidak bergerak sedikitpun. Maka sampai detik ini, keyakinan, komitmen dan dedikasi saya juga tidak bergerak dan berkurang sedikitpun, tidak akan pernah berkurang kawan, sampai kapanpun. Saya tidak akan berhenti bermain untuk tim nasional, sampai suatu saat nanti, tenaga dan pikiran saya tidak dibutuhkan lagi oleh pelatih tim nasional..
“Cepat atau lambat, jersey merah - putih ini pasti akan tanggal dari badanku. Akan tetapi satu hal yg pasti, lambang garuda itu akan tetap melekat di dada kiriku, tinggal disana sampai akhir hayatku”
One faith, one flag, one mission, one heart and one love for INDONESIA..
Selesai..
Jumat, 17 Desember 2010
BUKAN SUPPORTER MUSIMAN
Panggung piala AFF sedang heboh-hebohnya. Thailand yang notabene masih jadi “Raja” di kawasan Asia Tenggara tumbang di babak pertama, lalu ada Filipina yang diajang piala AFF sebelumnya menjadi “bulan-bulanan” tim lain, kini menjelma sebagai kekuatan lain yang harus diakui di Asia Tenggara, salah satu faktor yang membuat Tim Filipina berbeda adalah 8 pemain Naturalisasinya.
Tim lain yang tidak kalah spektakuler adalah INDONESIA, “menyapu bersih” kemenangan di 3 pertandingan, Laos, Malaysia, dan Thailand adalah para korbannya. Dengan dukungan penuh dari ribuan suporter yang selalu memadati Stadion GBK, sampai doa dari 250 jutaan warganya, INDONESIA seakan “terbangun dari tidur panjang”.
Irfan Bachdim dan Christian Gonzales adalah dua pemain naturalisasi yang dimiliki Timnas Indonesia saat ini. Mereka berdua saat ini menjadi “santapan” para media. Lihat saja di acara-acara infotaiment yang biasanya mengangkat berita perselingkuhan artis, perceraian artis, sampai berita video dan foto-foto porno artis, kini berpaling dan lebih sering mengangkat topik mereka berdua (IB dan CG). Berlebihan menurut gw, karena mereka berdua baru menjalani laga internasional membela Indonesia tidak lebih dari 5 pertandingan. Masih jauh deh untuk dikatakan “pahlawan”.
Ingin banget membahas Irfan Bachdim dan Christian Gonzales, tapi sepertinya media infotaiment jauh lebih “pintar” dan malah kelebihan bahan untuk sekedar memberitakan mereka. Lalu mau bahas apa? Hmm... gw kan suporter, jalur gw disini (mendukung terus dan mendukung), entah itu Persija ataupun Timnas Indonesia. Jadi gak ada salahnya gw ngebahas suporter Timnas, mungkin lebih spesifik lagi adalah Suporter “dadakan” Timnas.
Sebelum membahas Suporter “dadakan”, gw ingin cerita sedikit pengalaman gw ketika berada di kala demam piala dunia yang berlangsung Afrika Selatan dulu. Saat itu hanya gw yang memakai baju bertuliskan Indonesia (meskipun bukan jersey) diantara para pencinta Tim luar (saat itu banyak yang memakai jersey Spanyol, Italia, Belanda, dll) pada saat acara nonbar pembukaan piala dunia Afsel di salah satu cafe di Jakarta.
Tidak sedikit orang yang memandang gw aneh, bahkan gak sedikit perkataan dari pengunjung di cafe tersebut yang membuat gw kesel. Dari perkataan “Masih bangga ya dengan Indonesia?”, sampai dengan pernyataan yang paling lucu yang pernah gw denger “ini piala dunia bos, bukan kejuaraan Tim kalah, mana ada Indonesia! ”. Kenapa gw bilang lucu, karna dia gak sadar kali ya kalo dia sedang berada di cafe di Jakarta, dan Jakarta itu Indonesia. I just wanna say ”ini Indonesia Bos, bukan Afrika Selatan ”.
Belum lagi perkataan konyol kawan gw dikampus saat gw memakai jersey Indonesia (meskipun barang kw). Kawan gw itu bilang ”Hahahaha Indonesia? Terakhir menang lawan Laos kapan? ”. Anjrit, ingin banget gw “sumpel” mulutnya dengan meminjam syal yang bertuliskan INDONESIA.
Dijalan ketika gw menuju ke GBK saat ingin menonton Persija pun sering banget gw mengalami hal-hal yang bikin gw emosi, suara klakson dari mobil-mobil pribadi orang kantoran, jari tengah dari eksekutif muda yang memakai mobil BMW yang berstiker klub besar liga Inggris, sampai perkataan seorang tukang taksi yang bilang ”Jakarta kalo gak ada Jakmania, indah kali ya? ”.Saat itu gw langsung emosi gila, gw tendang spion mobilnya dan gw bilang ”Jakarta kalo gak ada orang kampung norak kayak lo mungkin lebih indah dari Paris, hah tau gak lo Paris? Anji*g !!”.
Cewek-cewek gaul pun pernah bikin gw emosi, saat itu ketika selesai pertandingan Indonesia melawan Uruguay.Gw nongkrong sebentar di salah satu tempat nongkrongnya mereka, dan mereka bilang “apaan sih? (sambil ngeliat gw dan kawan gw dengan mata aneh), mending nonton di TV deh”. Andai saja saat itu gw udah dapet “e-book” dari X-RoN, gw bikin sujud berkali-kali tuh cewek. Hahahahaaa.
Sekarang mungkin kondisinya berubah. Disaat TIMNAS Indonesia lagi bagus-bagusnya. Lihat saja antrian tiket di GBK, dua hari sebelum Pertandingan Filipina vs Indonesia. Berapa banyak orang yang rela untuk “ngantri”?, berapa banyak eksekutif muda berdasi yang kepanasan dan teriak-teriak karna ingin segera mendapatkan tiket?, Berapa banyak orang-orang berdasi yang kebingungan mencari tempat parkir di GBK?, teman gw di kampus yang dulu memandang sebelah mata Indonesia, kini setiap hari terus-terusan memesan tiket AFF ke gw tapi selalu gw tolak (maaf gw bukan penjual tiket)
Berapa banyak orang-orang yang dulu mencibir Timnas, sekarang malah ingin sekali menonton Timnas?, Berapa banyak cewek-cewek gaul yang berteriak-teriak histeris di saat timnas berlatih dilapangan PSSI?, Berapa banyak orang yang lebih memilih sibuk foto-foto di GBK ketimbang menikmati pertandingan Timnas?, Berapa banyak orang yang tidak tahu nama pemain-pemain Timnas selain Irfan Bachdim, Bambang Pamungkas, dan C. Gonzales?, dan yang lebih lucu, berapa banyak orang yang tidak tahu lokasi toilet di Stadium of GBK? Hahaha
Hahahahaaa...Gw dan mungkin masih banyak lagi diluar sana yang merasa dulu pernah jadi korban cibiran, cacian, makian sebagian besar dari mereka yang gw sebut di paragraf sebelum ini, sekarang hanya bisa menertawakan mereka. Mereka yang dulu memandang sebelah mata sepakbola dalam negeri, bahkan mereka yang pernah bilang suporter bola Indonesia adalah kumpulan suporter “pemimpi” karna hanya bisa bermimpi terus dan terus bermimpi, sekarang lebih rendah dari kami.
Lihat mereka, seperti orang yang lebih norak dari apa yang mereka pernah katakan ke suporter Indonesia dulu. Mereka lebih kampungan, ketika mengantri tiket karna teriakannya lebih menunjukkan kalau mereka lebih pantas bekerja di kebun binatang ketimbang di kantor. Mereka lebih lebay, ketika menonton timnas latihan. Mereka yang sekarang bikin Jakarta macet (juga), lihat saja di Raja Karcis Manggarai, Antrian mereka sampai ke bahu jalan.
Lihat berapa banyak orang yang datang ke GBK masih bangga memakai jersey Tim luar negeri? Tanpa mengurangi rasa hormat kepada mereka (gw lebih suka menyebut mereka dengan panggilan Suporter dadakan) TAPI, temen gw si Thopa mengkoreksi pernyataan gw, dan lebih suka bilang klo mereka hanya penonton dadakan. Ingin sekali gw acungkan kembali jari tengah yang mereka pernah lontarkan ke gw, sambil membuang sedikit ludah gw, dan gw katakan”Ini Indonesia Kemana aja lo slama ini????”.
Terimakasih untuk cacian, makian, dan cibiran yang pernah kalian lontarkan ke gw wahaipenonton dadakan. Semoga semangat lo gak hanya disaat Timnas saat bermain bagus saja. Semoga kalian bisa memberikan lebih banyak warna di pesepakbolaan negeri ini.
Mohon maaf kalo ada kata-kata gw yang kurang berkenan. Ini hanya muntahan kekesalan gw dari sejumlah referensi cerita derita seorang suporter bola di Indonesia.
Selamat datang di sepakbola Indonesia, Selamat menikmati tontonan langsung di Stadion, Selamat mengantri tiket, dan Selamat Menikmati Indahnya Sepakbola Indonesia!
Apapun yang terjadi, kami tetap janji. Mendukung Bola Negeri Ini !( JO - Rizqy Fahrurrozy )
Sumber: Jak Online
www.jakmania.org
Minggu, 31 Oktober 2010
Studentsite untuk kemudahan mahasiswa baru
Ketika memasuki dunia kuliah setiap mahasiswa baru pasti bingung dengan sistem-sistem yang ada di dunia perkuliahan tersebut, akan tetapi dengan adanya Studentsite yang disediakan oleh Universitas Gunadarma yaitu ( http://studentsite.gunadarma.ac.id ) sangat lah membantu mahasiswa baru seperti saya supaya lebih mudah beradaptasi dengan dunia pendidikan di universitas.
Fitur-fitur yang ada di studentsite dapat memberikan kemudahan untuk mahasiswa baru. Di studentsite tersebut ada fitur e-mail yang dapat digunakan seperti layanan e-mail seperti umumnya, bedanya adalah bahwa email disini di simpan di database milik Universitas Gunadarma, sehingga kerahasian nya sangat lah terjamin. Di fitur address book kita dapat menyimpan data-data milik teman kita secara online, sehingga jika kita ingin melihat data-data mereka kita hanya tinggal mengakses studentsite dimanapun.
Satu lagi fitur yang sangat berguna di studentsite ini, yaitu Forum. di Forum kita dapat berkomunikasi dengan seluruh mahasiswa Gunadarma dan juga Alumni-Alumni Universitas Gunadarma, sehingga kita dapat mendapatkan ilmu yang lebih dari fitur forum ini. Pengiriman tugas melalui studentsite juga sangat effisien bagi mahasiswa maupun dosen itu sendiri, karena dosen dapat memberikan tugas-tugasnya hanya melalui komputer di kantor atau rumahnya.
Kekurangan dari studentsite Universitas Gunadarma ini hanyalah satu yaitu masih errornya fitur calendar, apabila fitur calendar tersebut dapat digunakan dengan baik maka fitur itu dapatlah membantu mahasiswa baru dengan sangat baik sekali.
Fitur-fitur yang ada di studentsite dapat memberikan kemudahan untuk mahasiswa baru. Di studentsite tersebut ada fitur e-mail yang dapat digunakan seperti layanan e-mail seperti umumnya, bedanya adalah bahwa email disini di simpan di database milik Universitas Gunadarma, sehingga kerahasian nya sangat lah terjamin. Di fitur address book kita dapat menyimpan data-data milik teman kita secara online, sehingga jika kita ingin melihat data-data mereka kita hanya tinggal mengakses studentsite dimanapun.
Satu lagi fitur yang sangat berguna di studentsite ini, yaitu Forum. di Forum kita dapat berkomunikasi dengan seluruh mahasiswa Gunadarma dan juga Alumni-Alumni Universitas Gunadarma, sehingga kita dapat mendapatkan ilmu yang lebih dari fitur forum ini. Pengiriman tugas melalui studentsite juga sangat effisien bagi mahasiswa maupun dosen itu sendiri, karena dosen dapat memberikan tugas-tugasnya hanya melalui komputer di kantor atau rumahnya.
Kekurangan dari studentsite Universitas Gunadarma ini hanyalah satu yaitu masih errornya fitur calendar, apabila fitur calendar tersebut dapat digunakan dengan baik maka fitur itu dapatlah membantu mahasiswa baru dengan sangat baik sekali.
Selasa, 19 Oktober 2010
The Jakmania Kembali Suarakan Revolusi PSSI
Aksi damai suporter fanatik Persija Jakarta kembali tidak digubris pengurus PSSI.
19 Okt 2010 17:00:00

Jakmania - Fans Persija Jakarta (Indonesia) - Suporter Terbaik Liga Indonesia 2007
Pantauan saya dilapangan tampak puluhan kelompok suporter dengan warna khas orange sesaat sebelum memasuki stadion kebanggaan bangsa Indonesia, mereka menyambangi kantor PSSI dan menaruh karangan bunga bertuliskan "Selamat atas terselenggaranya kongres luar biasa PSSI".
Tidak cukup sampai di situ, ribuan anggota The Jakmania yang ada di dalam stadion dan terus bernyanyi memberikan suntikan semangat kepada Ismed Sofyan dkk, beberapa kali terdengar menyuarakan yel-yel rovolusi PSSI.
Bahkan di tribun wartawan, The Jakmania juga membagikan selebaran pernyataan sikap yang berisi tiga poin.
Pertama, menuntut sekjen PSSI Nugraha Besoes melakukan krarifikasi tuduhannya terhadap aksi The Jakmania yang dinilainya ditunggangi pihak lain. Sedangkan yang kedua, menuntut PSSI melaksanakan rekomendasi KSN (kongres sepakbola nasional) termasuk butir delapan yang sempat dihilangkan tentang dewan sepakbola nasional.
Terakhir, turunkan Nurdin Halid dari ketua umum PSSI dan segera mungkin untuk melaksanakan kongres luar biasa.
Sayangnya, sama dengan aksi yang dilakukan The Jakmania sebelumnya, kali ini pun tetap tidak mendapat tanggapan dari pengurus PSSI.
Langganan:
Postingan (Atom)